Monday, January 21, 2013

Peluang Wirausaha dengan Mandiri Wirausaha



Wirausaha Muda Mandiri atau Wirausaha Mandiri yang umum disingkat WMM merupakan salah satu kontribusi Bank Mandiri bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia, yang fokus pada generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa. Pelaksanaan program ini dilatarbelakangi dari keprihatinan Bank Mandiri terhadap besarnya jumlah pengangguran di Indonesia, terutama dari kalangan generasi muda.Program Wirausaha Muda Mandiri bertujuan untuk mengubah pola pikir mahasiswa maupun kaum muda lainnya agar mau melakukan kewirausahaan, sehingga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada ketersediaan lapangan kerja. Program Wirausaha Muda Mandiri meliputi penghargaan, workshop, beasiswa, dan modul kewirausahaan.

Penghargaan

Penghargaan Wirausaha Mandiri bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada generasi yang telah berwirausaha dan menjadikan wirausaha muda sebagai ikon generasi muda yang sukses dan beretika. Penghargaan Wirausaha Mandiri dilaksanakan rutin setiap tahun sejak tahun 2007.

Workshop

Workshop Wirausaha Mandiri bertujuan guna memberikan pengetahuan aplikatif dari wirausahawan yang telah sukses dan berpengalaman di bisnisnya kepada mahasiswa supaya mahasiswa terdorong untuk berwirausaha & membuka lapangan kerja. Workshop Wirausaha Mandiri telah dilaksanakan di beberapa perguruan tinggi, diantaranya Universitas Sumatera Utara, Universitas Sriwijawa, ITB, Universitas Negeri Semarang, Universitas Airlangga, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Negeri Makasar, Universitas Cenderawasih, Universitas Negeri Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, UIN Syarif Hidayatullah, dan Universitas Atmajaya.

Contoh wirausahawan mandiri

Berikut ini adalah contoh Wirausaha yang di lakukan oleh para pemuda yang berjiwa besar dalam berwirausaha. Dengan niat dan usaha yang ia lakukan, ia telah menemukan titik-titik terang yang telah menerangi kegelapan dalam perjalanan usahanya.
Sebagai contoh, adalah :

Salman Azis Alsyafdi adalah pemilik dari ‘Warnet Gue’ ini, dia memulai usahanya tanpa mengeluarkan modal sepersen pun. Berawal dari usaha jual beli nasi goreng dan buku foto kopian, bisnis yang dia jalani terus mengembangkan sayapnya. Sebuah warnet dan penyewaan komputer, toko foto, hingga laudry, dan bahkan usaha salon. Tidak bermodal ‘uang’, melaainkan kejeliaan membaca peluang, kemauan, dan kreativitas.
Bisnisnya dirintis tanpa mengeluarkan modal sepersen pun. Salman melakukannya dengan cara jual beli, bukan sebagai pejualnya. Pada tahun 2003, semasa Salman sebagai siswa SMU Insan Cendekia sekolah yang berasrama (boarding school) di Serpong. Salman dan kawan-kawannya pun sering merasa bosan dengan menu-menu makanan yang di persediakan oleh pihak asrama yang menu makanannya sama pada setiap harinya dan kantin pun tak ada. Keadaan ini pun telah menyentuh Salman dalam berbisnis. Salman menawarkan kepada teman-teman asramanya, ‘siapa yang ingin membeli nasi goreng’, kata Salman. Setelah Salman mendapatkan teman-temannya yang memesan, Salman beserta kedua kawannya naik sepedah hingga 3 km mencari tukang nasi goreng yang murah tapi rasanya pun dapat memuaskan.
Dalam usaha ini Salman tidak mengeluarkan uang sepersen pun, tapi sebelum pergi untuk  mencari nasi goreng salman telah meminta terlebih dahulu kepada teman-temannya yang telah memesan nasi goreng tadi. Jika Salman sangat terobsesi dengan berwirausaha, itu karena Salman pernah di beri buku berjudul ‘Rich Dad Poor Dad’, karya Robert T. Kiyosaki. Pada saat dia masih duduk di bangku SMU. Kata-kata yang membuat dia termotifasi ialah, “sebagai manusia saya tidak ingin untuk mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri,” kata salman.
Setelah tamat dari sekolah SMU, Salman keterima di UI Falkutas Ilmu Komputer (Fasilkom). Melihat buku-buku yang tebal dan jumlah mahasiswanya pun ratusan, dia melihat peluang untuk berjualan foto kopian buku. Langkah awal Salman membagikan selembaran yang isinya, “Bagi yang ingin pesan buku foto kopian silakan tulis di sini.” Yang memesan pun lumayan banyak, karena jumlah mahasiswa Fasilkom cukup banyak. Dari uang muka yang di bayarkan pada teman-teman di jadikan untuk modal salman membeli buku aslinya dan untuk pembayaran ke pada tukang foto kopian dilakukan dengan cara mencicil seiring dengan pelunasan buku foto kopian teman-teman yang memesan.
Di awal tahun 2004 Salman masih kuliah pada semester 1 (satu), Salman melihat para maahasiswa yang berjumlah banyak ini sering sekali membutuhkan komputer untuk menyelesaikan  tugas-tugasnya selama kuliah. Namun pada saat ini belum ada yang menjual komputer dengan harga yang murah branded. Yang ada hanyalah komputer rakitan saja, dan untuk membelinya harus pergi jauh-jauh ke Glodok atau sentra-sentra yang menjual komputer di jakarta dan dengan harga yang relatif mahal dengan cara di bayar tunai. Hal ini tentunya sangat memberatkan mahasiswa untuk membeli sebuah komputer.
Dengan cekatan Salman pun mengambil peluang ini. Pada semester kedua ini Salman memulai usaha menjual rakitan komputer, dengan cara menempelkan selembaran kertas promosi yang berupa foto kopian di berbagai tempat Mulai dari asrama UI (pada saat itu Salman tinggal di sini), halte-halte dekat UI, dan di lingkungan fakultas lainnya di UI. “sebelumnya,  hampir setip hari Minggu saya berkeliling Glodok mencari toko yang menjual komputer dengan harga paling murah, “ ujarnya. Ketika ada pesanan, ia pun langsung mennelpon toko untuk menyampaikan spesifikasi (spec) yang di pesan agar segera di rakit sebelum saya mengambilnya ke Glodok.
Salman pun dapat mengubah masalah menjadi peluang. Salah satu ke unggulan Salman ialah jeli melihat masalah atau kebutuhan target pasarnya, dan memberikan solusi sekaligus sebagai peluang bisnis baginya. Kebutuhan internet pun sangat tinggi, dan Salman kefikiran untuk membuka usaha warnet (warung internet) di tempat asramanya. Salman pun segera dengan cepat menyewa tempat untuk di jadikan sebuah warnet di asramanya.
Pak Umar adalah pemimpin asrama dan telah menyambut baik gagasan ini. Biaya yang dibutuhkan Salman untuk warnet pertama ini sangatlah tinggi, kata mahasiswa yang sedang merintis usaha : sekitar Rp38 juta. Ia pun bekerja sama dengan rekannya, sehingga biaya modalnya pun di bagi menjadi dua. Rekannya telah memberikan Rp19 juta, sedangkan dia baru mempunyai modal Rp9 juta hasil dari usaha yang dulu. Salman pun masih membutuhkan sisahnya sekitar Rp10 juta, dan ia pun harus mencarinya entah dari mana.
Setelah berfikir matang-matang, Salman meminta modal kepada orang tuanya. “Proses ini saya namakan ‘membenamkan diri kedalam bara api’,” ujarnya. Dengan cara ini Salman pun mendapat efek ganda, yang pertama mendapatkan modal dan yang kedua ia termotivafi berusaha mati-matian agar tidak gagal. “Kalau saya gagal, saya akan kelaparan. Maka saya tidak boleh gagal,” ujar Salman.
Warnet ini diberi nama ‘Warnet Gue’, agar para pelanggan merasa memiliki dan setia menjadi pelanggan. Salma dan rekannya pun membuat sebuah poster untuk di tempelkan di halte dekat UI dan di fakultas-fakultas UI, agar mendapatkan pelanggan yang lebih dari pelanggan utamanya di asrama tempat ia tinggal.
Sukses di usaha warnet yang pertama di asramanya, Salman pun ingin memperluas usahanya dengan membuka tempat usaha di luar UI. Pada tahun 2006, gerai kedua ‘Warnet Gue’ bertempat di stasiun Universitas Pancasila. Ternya langkah ini banyak yang tidak suka bagi para pesaingnya, dikarenakan ia menjual servis printing dengan harga Rp 300 /lembar, sedangkan para pesaing menjual dengan harga Rp 400 /lembar. Salman telah diberi tahu kepada para pesaingnya untuk menaikkan harga servis printing dengan harga Rp 400 seharga para pesaingnya, tapi “saya menolak mengikuti kemaun mereka untuk menaikkan harga,” kata ia.
Ternyata kejadian ini pun berlanjut pada malam hari, warnet Salman pun di datangi oleh sekelompok preman bercelurit hingga 10 orang. Beruntung pada saat malam itu Salman tidak berada di tempat itu, ketika Salman mendengar kejadian itu. Akhirnya ia pun datang ketempat itu, tetapi para sekelompok preman itu sudah pergi ketika Salman sampai di warnetnya. Salman pun hanya bisa melaporkan kejadian ini ke RT setempat saja. Ketika pagi menjelang, para pengusaha warnet pun dikumpulkan oleh Pak RT untuk menyelesaikan masalah ini. Setelah berbincang-bincang, akhirnya Salman pun mengerti kondisinya saat itu dan mengikuti harga yang telah di tetapkan oleh para pengusaha warnet yang terdahulu ada. “Saya sekarang percaya orang bisa bunuh-bunuhan hanya karena uang Rp 100,” kata Salman.
Warnet kedua ini ternyata tidak berjalan mulus dengan apa yang ia inginkan, dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menutup warnet ini. Akhirnya ia membuka cabang kedua di daerah Serpong, dan seterusnya. Semua usaha warnetnya di buka di sekitar daerah Tanggerang, Banten. Ujar Salman, ia tetap berfokus pada sektor pengembangan ‘teknologi informasi’. Meskipun begitu, ia juga membuka berbagai usah selain dibidang ‘teknologi informasi’.
Ketika ia mengikuti Lomba Wirausaha Muda Mandiri 2007 dan meraih Juara 2 Kategori Mahasiswa Program Diploma dan Sarjana Tingkat Nasional membuat ia menjadi lebih bulat dalam mengembangkan usah di bidang ‘teknologi informasi’ ini. Setahun kemudian ia kembali meraih gelar menjadi Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer UI.
Perjalanan Salman pun masih terbentang luas, dengan mempunyai visi yang jelas dan misi yang tegas, kreativitas, kemauan dan kemampuannya. Kita berharap semoga ia dapat mewujudkan mimpi-mimpinya dan menyumbangkan manfaat bagi orang banyak hingga terbang ke berbagai penjuru dunia-dunia usaha  di luar sana menggunakan sayap-sayap yang ia buatnya sendiri dengan membaca peluang, kemauan, dan kreativitas dalam usah.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausaha_Muda_Mandiri
              http://baimers.wordpress.com/2012/03/19/sebuah-contoh-wirausaha-muda/