Wirausaha Muda Mandiri atau Wirausaha Mandiri yang umum disingkat
WMM merupakan salah satu kontribusi Bank Mandiri
bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia, yang fokus pada generasi muda yang
merupakan generasi penerus bangsa. Pelaksanaan program ini dilatarbelakangi
dari keprihatinan Bank Mandiri terhadap besarnya jumlah pengangguran di
Indonesia, terutama dari kalangan generasi muda.Program Wirausaha Muda Mandiri
bertujuan untuk mengubah pola pikir mahasiswa
maupun kaum muda lainnya agar mau melakukan kewirausahaan,
sehingga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada ketersediaan lapangan
kerja. Program Wirausaha Muda Mandiri meliputi penghargaan, workshop, beasiswa,
dan modul kewirausahaan.
Penghargaan
Penghargaan
Wirausaha Mandiri bertujuan untuk memberikan penghargaan
kepada generasi yang telah berwirausaha dan menjadikan wirausaha muda sebagai
ikon generasi muda yang sukses dan beretika. Penghargaan Wirausaha Mandiri
dilaksanakan rutin setiap tahun sejak tahun 2007.
Workshop
Workshop
Wirausaha Mandiri bertujuan guna memberikan pengetahuan aplikatif dari
wirausahawan yang telah sukses dan berpengalaman di bisnisnya kepada mahasiswa
supaya mahasiswa terdorong untuk berwirausaha & membuka lapangan kerja.
Workshop Wirausaha Mandiri telah dilaksanakan di beberapa perguruan tinggi,
diantaranya Universitas Sumatera Utara, Universitas Sriwijawa, ITB, Universitas Negeri Semarang, Universitas Airlangga, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas
Negeri Makasar, Universitas Cenderawasih, Universitas Negeri Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, UIN Syarif Hidayatullah, dan Universitas Atmajaya.
Contoh wirausahawan
mandiri
Berikut ini adalah contoh Wirausaha yang di
lakukan oleh para pemuda yang berjiwa besar dalam berwirausaha. Dengan niat dan usaha
yang ia lakukan, ia telah menemukan titik-titik terang yang telah menerangi
kegelapan dalam perjalanan usahanya.
Sebagai contoh, adalah :
Salman Azis Alsyafdi adalah pemilik dari ‘Warnet
Gue’ ini, dia memulai usahanya tanpa mengeluarkan modal sepersen pun. Berawal
dari usaha jual beli nasi goreng dan buku foto kopian, bisnis yang dia jalani
terus mengembangkan sayapnya. Sebuah warnet dan penyewaan komputer, toko foto,
hingga laudry, dan bahkan usaha salon. Tidak bermodal ‘uang’, melaainkan kejeliaan membaca peluang,
kemauan, dan kreativitas.
Bisnisnya dirintis tanpa mengeluarkan modal
sepersen pun. Salman melakukannya dengan cara jual beli, bukan sebagai
pejualnya. Pada tahun 2003, semasa Salman sebagai siswa SMU Insan Cendekia
sekolah yang berasrama (boarding school) di Serpong. Salman dan kawan-kawannya
pun sering merasa bosan dengan menu-menu makanan yang di persediakan oleh pihak
asrama yang menu makanannya sama pada setiap harinya dan kantin pun tak ada.
Keadaan ini pun telah menyentuh Salman dalam berbisnis. Salman menawarkan
kepada teman-teman asramanya, ‘siapa yang ingin membeli nasi goreng’, kata
Salman. Setelah Salman mendapatkan teman-temannya yang memesan, Salman beserta
kedua kawannya naik sepedah hingga 3 km mencari tukang nasi goreng yang murah
tapi rasanya pun dapat memuaskan.
Dalam usaha ini Salman tidak mengeluarkan uang
sepersen pun, tapi sebelum pergi untuk mencari nasi goreng salman telah
meminta terlebih dahulu kepada teman-temannya yang telah memesan nasi goreng
tadi. Jika Salman sangat terobsesi dengan berwirausaha, itu karena Salman
pernah di beri buku berjudul ‘Rich Dad Poor Dad’, karya Robert T. Kiyosaki.
Pada saat dia masih duduk di bangku SMU. Kata-kata yang membuat dia termotifasi
ialah, “sebagai manusia saya tidak ingin untuk mengikuti arah arus yang
ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri,” kata
salman.
Setelah tamat dari sekolah SMU, Salman keterima
di UI Falkutas Ilmu Komputer (Fasilkom). Melihat buku-buku yang tebal dan
jumlah mahasiswanya pun ratusan, dia melihat peluang untuk berjualan foto
kopian buku. Langkah awal Salman membagikan selembaran yang isinya, “Bagi yang
ingin pesan buku foto kopian silakan tulis di sini.” Yang memesan pun lumayan
banyak, karena jumlah mahasiswa Fasilkom cukup banyak. Dari uang muka yang di
bayarkan pada teman-teman di jadikan untuk modal salman membeli buku aslinya
dan untuk pembayaran ke pada tukang foto kopian dilakukan dengan cara mencicil
seiring dengan pelunasan buku foto kopian teman-teman yang memesan.
Di awal tahun 2004 Salman masih kuliah pada
semester 1 (satu), Salman melihat para maahasiswa yang berjumlah banyak ini
sering sekali membutuhkan komputer untuk menyelesaikan tugas-tugasnya
selama kuliah. Namun pada saat ini belum ada yang menjual komputer dengan harga
yang murah branded. Yang ada hanyalah komputer rakitan saja, dan untuk
membelinya harus pergi jauh-jauh ke Glodok atau sentra-sentra yang menjual
komputer di jakarta dan dengan harga yang relatif mahal dengan cara di bayar
tunai. Hal ini tentunya sangat memberatkan mahasiswa untuk membeli sebuah
komputer.
Dengan cekatan Salman pun mengambil peluang ini.
Pada semester kedua ini Salman memulai usaha menjual rakitan komputer, dengan
cara menempelkan selembaran kertas promosi yang berupa foto kopian di berbagai
tempat Mulai dari asrama UI (pada saat itu Salman tinggal di sini), halte-halte
dekat UI, dan di lingkungan fakultas lainnya di UI. “sebelumnya, hampir
setip hari Minggu saya berkeliling Glodok mencari toko yang menjual komputer
dengan harga paling murah, “ ujarnya. Ketika ada pesanan, ia pun langsung
mennelpon toko untuk menyampaikan spesifikasi (spec) yang di pesan agar segera
di rakit sebelum saya mengambilnya ke Glodok.
Salman pun dapat mengubah masalah menjadi peluang. Salah
satu ke unggulan Salman ialah jeli melihat masalah atau kebutuhan target
pasarnya, dan memberikan solusi sekaligus sebagai peluang bisnis baginya.
Kebutuhan internet pun sangat tinggi, dan Salman kefikiran untuk membuka usaha
warnet (warung internet) di tempat asramanya. Salman pun segera dengan cepat
menyewa tempat untuk di jadikan sebuah warnet di asramanya.
Pak Umar adalah pemimpin asrama dan telah
menyambut baik gagasan ini. Biaya yang dibutuhkan Salman untuk warnet pertama
ini sangatlah tinggi, kata mahasiswa yang sedang merintis usaha : sekitar Rp38
juta. Ia pun bekerja sama dengan rekannya, sehingga biaya modalnya pun di bagi
menjadi dua. Rekannya telah memberikan Rp19 juta, sedangkan dia baru mempunyai
modal Rp9 juta hasil dari usaha yang dulu. Salman pun masih membutuhkan
sisahnya sekitar Rp10 juta, dan ia pun harus mencarinya entah dari mana.
Setelah berfikir matang-matang, Salman meminta
modal kepada orang tuanya. “Proses ini saya namakan ‘membenamkan diri kedalam
bara api’,” ujarnya. Dengan cara ini Salman pun mendapat efek ganda, yang
pertama mendapatkan modal dan yang kedua ia termotivafi berusaha mati-matian
agar tidak gagal. “Kalau saya gagal, saya akan kelaparan. Maka saya tidak boleh
gagal,” ujar Salman.
Warnet ini diberi nama ‘Warnet Gue’, agar para
pelanggan merasa memiliki dan setia menjadi pelanggan. Salma dan rekannya pun
membuat sebuah poster untuk di tempelkan di halte dekat UI dan di
fakultas-fakultas UI, agar mendapatkan pelanggan yang lebih dari pelanggan
utamanya di asrama tempat ia tinggal.
Sukses di usaha warnet yang pertama di asramanya,
Salman pun ingin memperluas usahanya dengan membuka tempat usaha di luar UI.
Pada tahun 2006, gerai kedua ‘Warnet Gue’ bertempat di stasiun Universitas Pancasila.
Ternya langkah ini banyak yang tidak suka bagi para pesaingnya, dikarenakan ia
menjual servis printing dengan harga Rp 300 /lembar, sedangkan para pesaing
menjual dengan harga Rp 400 /lembar. Salman telah diberi tahu kepada para
pesaingnya untuk menaikkan harga servis printing dengan harga Rp 400 seharga
para pesaingnya, tapi “saya menolak mengikuti kemaun mereka untuk menaikkan
harga,” kata ia.
Ternyata kejadian ini pun berlanjut pada malam
hari, warnet Salman pun di datangi oleh sekelompok preman bercelurit hingga 10 orang.
Beruntung pada saat malam itu Salman tidak berada di tempat itu, ketika Salman
mendengar kejadian itu. Akhirnya ia pun datang ketempat itu, tetapi para
sekelompok preman itu sudah pergi ketika Salman sampai di warnetnya. Salman pun
hanya bisa melaporkan kejadian ini ke RT setempat saja. Ketika pagi menjelang,
para pengusaha warnet pun dikumpulkan oleh Pak RT untuk menyelesaikan masalah
ini. Setelah berbincang-bincang, akhirnya Salman pun mengerti kondisinya saat
itu dan mengikuti harga yang telah di tetapkan oleh para pengusaha warnet yang
terdahulu ada. “Saya sekarang percaya orang bisa bunuh-bunuhan hanya karena
uang Rp 100,” kata Salman.
Warnet kedua ini ternyata tidak berjalan mulus
dengan apa yang ia inginkan, dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menutup
warnet ini. Akhirnya ia membuka cabang kedua di daerah Serpong, dan seterusnya.
Semua usaha warnetnya di buka di sekitar daerah Tanggerang, Banten. Ujar
Salman, ia tetap berfokus pada sektor pengembangan ‘teknologi informasi’.
Meskipun begitu, ia juga membuka berbagai usah selain dibidang ‘teknologi
informasi’.
Ketika ia mengikuti Lomba Wirausaha Muda Mandiri
2007 dan meraih Juara 2 Kategori Mahasiswa Program Diploma dan Sarjana Tingkat
Nasional membuat ia menjadi lebih bulat dalam mengembangkan usah di bidang
‘teknologi informasi’ ini. Setahun kemudian ia kembali meraih gelar menjadi
Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer UI.
Perjalanan Salman pun masih terbentang luas,
dengan mempunyai visi yang jelas dan misi yang tegas, kreativitas, kemauan dan
kemampuannya. Kita berharap semoga ia dapat mewujudkan mimpi-mimpinya dan
menyumbangkan manfaat bagi orang banyak hingga terbang ke berbagai penjuru
dunia-dunia usaha di luar sana menggunakan sayap-sayap yang ia buatnya
sendiri dengan membaca peluang, kemauan, dan kreativitas dalam usah.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausaha_Muda_Mandiri
http://baimers.wordpress.com/2012/03/19/sebuah-contoh-wirausaha-muda/
No comments:
Post a Comment