Perusahaan produk kosmetik KAO Corporation Jepang meminta Pengadilan Niaga membatalkan merek Biorf karena memiliki persamaan dengan merek Biore yang telah terdaftar di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Kementerian Hukum dan HAM.
"Penggugat meminta majelis hakim agar membatalkan merek Biorf yang diterbitkan Direktur Merek Ditjen HKI Kemenkum HAM kepada PT Sintong Abadi," ungkap KAO Corporation melalui kuasa hukumnya Nidya Kalangie dalam gugatannya di Pengadilan Niaga, Kamis, 8 Maret 2012.
Nidya mengatakan persamaan nama merek produk kosmetik tergugat itu sangat berpotensi menimbulkan kebingungan terhadap konsumen. Misalnya, jika kedua produk kosmetika itu disandingkan di sebuah supermarket, maka konsumen akan kebingungan dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemilihan yang salah atas kedua jenis produk sabun cuci muka tersebut. Padahal, lanjutnya, konsumen membutuhkan pilihan yang jelas atas suatu produk kosmetik dan penggugat telah melakukannya dengan berbagai inovasi teknologi dan penelitian untuk memproduksi merek Biore.
Menurut penggugat, produk kosmetika Biore telah didaftarkan sejak 17 Juni 1982 dan merek tersebut telah dikembangkan melalui investasi besar-besaran, sehingga menjadi merek terkenal di Indonesia maupun di dunia internasional. Penggugat meminta majelis hakim membatalkan pendaftaran merek Biorf yang diterbitkan Direktur Merek Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM pada 16 Januari 2012.
Dalam jawaban tertulisnya yang disampaikan di hadapan majelis hakim diketuai Marsudin Nainggolan, kuasa hukum tergugat PT Sintong Abadi, Edi Negara Siahaan, menolak produk sabun cuci kliennya itu memiliki persamaan dengan Biore. "Penggunaan nama Biorf terdiri atas satu suku kata, sedangkan Biore memiliki tiga suku kata. Artinya, tidak benar jika produk Biorf itu memiliki persamaan dengan Biore."
Makna kata Biorf, kata Edi, berasal dari bahasa China yang mengandung makna perubahan menuju kesegaran. "Jadi tidak meniru merek Biore yang diproduksi perusahaan klien penggugat, apalagi perusahaan klien kami terbukti memiliki izin dari Direktur Merek Ditjen HKI, Kemenkum HAM," katanya.
"Penggugat meminta majelis hakim agar membatalkan merek Biorf yang diterbitkan Direktur Merek Ditjen HKI Kemenkum HAM kepada PT Sintong Abadi," ungkap KAO Corporation melalui kuasa hukumnya Nidya Kalangie dalam gugatannya di Pengadilan Niaga, Kamis, 8 Maret 2012.
Nidya mengatakan persamaan nama merek produk kosmetik tergugat itu sangat berpotensi menimbulkan kebingungan terhadap konsumen. Misalnya, jika kedua produk kosmetika itu disandingkan di sebuah supermarket, maka konsumen akan kebingungan dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemilihan yang salah atas kedua jenis produk sabun cuci muka tersebut. Padahal, lanjutnya, konsumen membutuhkan pilihan yang jelas atas suatu produk kosmetik dan penggugat telah melakukannya dengan berbagai inovasi teknologi dan penelitian untuk memproduksi merek Biore.
Menurut penggugat, produk kosmetika Biore telah didaftarkan sejak 17 Juni 1982 dan merek tersebut telah dikembangkan melalui investasi besar-besaran, sehingga menjadi merek terkenal di Indonesia maupun di dunia internasional. Penggugat meminta majelis hakim membatalkan pendaftaran merek Biorf yang diterbitkan Direktur Merek Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM pada 16 Januari 2012.
Dalam jawaban tertulisnya yang disampaikan di hadapan majelis hakim diketuai Marsudin Nainggolan, kuasa hukum tergugat PT Sintong Abadi, Edi Negara Siahaan, menolak produk sabun cuci kliennya itu memiliki persamaan dengan Biore. "Penggunaan nama Biorf terdiri atas satu suku kata, sedangkan Biore memiliki tiga suku kata. Artinya, tidak benar jika produk Biorf itu memiliki persamaan dengan Biore."
Makna kata Biorf, kata Edi, berasal dari bahasa China yang mengandung makna perubahan menuju kesegaran. "Jadi tidak meniru merek Biore yang diproduksi perusahaan klien penggugat, apalagi perusahaan klien kami terbukti memiliki izin dari Direktur Merek Ditjen HKI, Kemenkum HAM," katanya.
No comments:
Post a Comment